YLBHI Sebut Polri Berupaya Monopoli Hukum dalam RUU KUHAP Baru

foto/istimewa

sekilas.co – Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menyatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan merupakan bentuk upaya monopoli hukum oleh Polri. Sebab, regulasi tersebut menetapkan Polri sebagai penyidik utama dalam setiap tindak pidana.

“Ini sebuah kecerobohan yang sangat besar. Ada dorongan ambisius untuk memasukkan kewenangan yang bersifat monopoli, yang pada akhirnya dapat membawa dampak serius bagi sistem hukum kita,” ujar Isnur dalam konferensi pers bertajuk ‘Mendesak Prabowo Segera Menerbitkan Perpu Penundaan Keberlakuan KUHAP’ di kantor YLBHI, Menteng, Sabtu, 22 November 2025.

Baca juga:

Isnur menyampaikan bahwa KUHAP yang baru akan memicu kekacauan dalam proses penegakan hukum. Pasalnya, Pasal 93 menyebutkan bahwa penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) serta penyidik tertentu tidak lagi dapat melakukan penangkapan tanpa perintah dari penyidik Polri. Padahal, dalam sejumlah undang-undang sektoral, PPNS memiliki kewenangan untuk menyidik, menangkap, dan menahan seseorang.

Ia menjelaskan, penyidik BNN berdasarkan UU 35 Tahun 2009 Pasal 75 huruf g berwenang melakukan penangkapan dan penahanan. Begitu pula penyidik Bea Cukai yang diatur dalam UU 39 Tahun 2007 juncto UU 11 Tahun 1995 Pasal 63 ayat (2), yang juga memberikan kewenangan untuk menangkap dan menahan.

Selain itu, penyidik kehutanan dalam UU 41 Tahun 1999 Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 51 ayat (2), serta UU 18 Tahun 2013, juga menyatakan bahwa polisi kehutanan berhak melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku pembalakan liar. “Ada potensi bahaya besar dalam penanganan tindak pidana bea cukai, narkotika, kehutanan, dan lainnya, karena mereka kehilangan kewenangannya. Ini mengancam proses penyidikan,” kata Isnur.

Menurut Isnur, kekacauan ini muncul karena Pasal 363 KUHAP baru menyebutkan bahwa seluruh ketentuan soal PPNS dan penyidik tertentu tetap berlaku selama tidak bertentangan. “Masalahnya justru terjadi pertentangan. Jika Pasal 93 hingga Pasal 99 menyatakan PPNS tidak dapat menahan tanpa perintah penyidik Polri, lalu aturan mana yang harus dipakai? KUHAP atau undang-undang sektoral?” ucap Isnur.

Tempo telah berupaya meminta penjelasan kepada Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko terkait posisi Polri sebagai penyidik utama dalam KUHAP baru. Namun hingga berita ini diterbitkan, Trunoyudo belum memberikan tanggapan.

Artikel Terkait