Sekilas.co – BADAN Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil mengungkap aktivitas tambang pasir ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Dari hasil penyelidikan, diketahui bukaan lahan akibat kegiatan tambang ilegal tersebut telah mencapai 312 hektare dari total luas kawasan sebesar 6.607 hektare.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Mohammad Irhamni menjelaskan, penyidik menemukan 36 titik tambang pasir dan 39 depo pasir tanpa izin yang tersebar di lima kecamatan di wilayah Kabupaten Magelang.
“Penyidik sudah memeriksa tujuh orang saksi,” ujar Irhamni saat berada di lokasi tambang di Kecamatan Srumbung, Magelang, Sabtu (1/11/2025).
Irhamni menyebutkan, penyelidikan dimulai sejak Rabu (29/10/2025). Hanya dua hari berselang, Bareskrim menaikkan status penanganan perkara tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan. Polisi kini tengah mendalami kasus ini untuk menetapkan tersangka.
Saat meninjau salah satu tempat kejadian perkara (TKP) di Desa Ngablak, Srumbung, Irhamni menemukan bahwa lokasi tambang pasir ilegal tersebut berada di daerah terpencil di atas bukit dengan akses jalan tanah yang melintasi perkebunan salak. Di sana, petugas menemukan lima unit ekskavator yang telah diamankan dan diberi garis polisi. Aktivitas penambangan sudah berhenti, namun bekas kerukan material dan longsoran tanah masih tampak jelas di sekitar area.
Para pelaku diduga melanggar Pasal 158 dan/atau Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 miliar.
Menurut Irhamni, kegiatan penambangan pasir ilegal ini telah berlangsung selama sekitar dua tahun. Upaya penindakan di lapangan sempat mengalami hambatan karena adanya resistansi dari masyarakat penambang yang merupakan warga sekitar.
“Karena itu, Bareskrim turun langsung untuk menangani kasus ini,” tegasnya.
Bareskrim juga memperkirakan nilai perputaran uang dari bisnis tambang pasir ilegal di lereng Merapi mencapai Rp 3 triliun dalam dua tahun terakhir. Nilai tersebut berasal dari hasil perkiraan 12,7 juta meter kubik pasir yang ditambang dikalikan dengan harga jual pasar. Irhamni menegaskan bahwa angka tersebut merupakan kerugian negara, karena tidak adanya pemasukan pajak serta manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan tambang.





