Tafsir Konkret Jabatan di Luar Polri Pascaputusan MK, Mengapa Penting

foto/istimewa

Sekilas.co – Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mendesak pemerintah segera menyusun batasan yang jelas dan konkret mengenai jabatan apa saja di luar institusi Polri yang masih dapat ditempati anggota polisi aktif pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

PBHI menilai bahwa ketiadaan tafsir yang tegas setelah putusan tersebut menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat, sehingga banyak pihak keliru memahami substansi amar putusan MK.

Baca juga:

Ketua PBHI, Julius Ibrani, menegaskan bahwa putusan tersebut sebenarnya tidak serta-merta melarang semua anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil. Menurutnya, kebingungan publik muncul lantaran MK membatalkan frasa multitafsir “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Kepolisian.

Padahal, Julius menekankan bahwa norma utama dalam Pasal 28 ayat (3) tetap berlaku: anggota Polri wajib mengundurkan diri atau pensiun hanya jika jabatan yang akan ditempati tidak memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian.

Karena itu, Julius menilai pemerintah perlu segera memperjelas batasan operasional mengenai jabatan apa saja yang masih berada dalam lingkup tugas dan fungsi kepolisian, serta jabatan mana yang benar-benar berada di luar kerangka tugas Polri.

“Inilah yang kemudian perlu diatur lebih detail, perlu diatur lebih lanjut mengenai cakupan tupoksi Polri sebagai alat negara turunan dari Pasal 30 itu seperti apa,” ujar Julius pada Jumat, 14 November 2025. Ia menyebut bahwa pengaturan tersebut dapat dituangkan melalui revisi UU Kepolisian maupun melalui regulasi turunannya agar tidak lagi menimbulkan ruang multitafsir di kemudian hari.

Julius juga menyoroti pendapat berbeda (dissenting opinion) dari hakim konstitusi Guntur Hamzah dan Daniel Yusmic. Keduanya mendorong agar Komite Percepatan Reformasi Polri memastikan tata kelola kelembagaan kepolisian berjalan sesuai dengan batasan fungsi Polri sebagaimana mandat Pasal 30 UUD 1945.

Putusan MK yang dimaksud merupakan hasil pemeriksaan atas perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menguji Pasal 28 ayat (3) serta penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Dalam amar putusannya, MK menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sebagai norma yang inkonstitusional.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo ketika membacakan putusan di ruang sidang utama MK, Jakarta Pusat, Kamis, 13 November 2025.

Dengan putusan tersebut, frasa itu secara resmi dinyatakan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat, sehingga seluruh penugasan anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil di luar struktur kepolisian kini kehilangan dasar hukum. MK menegaskan bahwa pembatalan frasa tersebut dilakukan karena bertentangan dengan prinsip kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. “Frasa tersebut menimbulkan ketidakjelasan dan memperluas makna norma, sehingga harus dinyatakan tidak konstitusional,” ujar Suhartoyo.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite, yang diwakili kuasa hukum Ratih Mutiara Lok dan rekan. Para pemohon menilai bahwa frasa dalam penjelasan pasal tersebut selama ini membuka celah bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di lembaga sipil, termasuk KPK, BNN, BNPT, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), hingga sejumlah kementerian.

Artikel Terkait