Surya Darmadi Bersurat ke Danantara Soal Rencana Hibah Aset Rp10 Triliun

foto/istimewa

sekilas.co – Kuasa hukum terpidana kasus korupsi penyerobotan lahan sawit Surya Darmadi, Handika Honggowongso, menyampaikan bahwa kliennya berencana menghibahkan aset kepada negara melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Handika menuturkan, rencana hibah tersebut telah disampaikan kepada Danantara melalui surat resmi.

Baca juga:

Pak Surya Darmadi sudah mengirim surat ke Danantara untuk hibah tersebut,” kata Handika saat dikonfirmasi pada Jumat, 10 Oktober 2025.

Ia menyampaikan bahwa surat tersebut telah dikirimkan ke Danantara pada Kamis, 2 Oktober 2025. Hingga saat ini, pihaknya masih menunggu jawaban dari lembaga tersebut.
Saat ini kami menunggu responsnya,” ujar dia.

Koruptor yang juga merupakan bos PT Duta Palma Group itu berniat menghibahkan asetnya berupa kebun sawit hingga pabrik kelapa sawit di Kalimantan Barat. Nilai aset yang hendak dihibahkan tersebut diperkirakan mencapai sekitar Rp10 triliun.

Namun, pada saat yang sama, Surya meminta agar persoalan terkait kebun-kebun miliknya di Riau diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Menurut Handika, Surya merasa mendapat perlakuan diskriminatif karena mekanisme penyelesaian yang diterapkan dalam kasusnya berbeda dengan kasus lain yang serupa.

Ia berharap sanksi yang dijatuhkan kepada kliennya cukup berupa sanksi administratif, pembayaran denda, serta dana reboisasi.
Yang lain pakai Undang-Undang Cipta Kerja penyelesaiannya, kenapa Grup Duta Palma pakai Undang-Undang Tipikor,” ujar Handika.

Saat ini, Surya Darmadi tengah menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, akibat kasus korupsi PT Duta Palma Group. Dalam putusan tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung pada 19 September 2024, Surya divonis pidana penjara 16 tahun dan wajib membayar denda Rp1 miliar. Ia juga diperintahkan mengganti kerugian negara sebesar Rp2,2 triliun.

Kasus ini bermula ketika Bupati Indragiri Hulu periode 1999–2008, Raja Thamsir Rachman, menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan (IUP) kepada empat perusahaan PT Duta Palma Group milik Surya, yakni PT Banyu Bening Utama (2003), serta PT Panca Argo Lestari, PT Palma Satu, dan PT Sebrida Subur (2007).

Pemberian izin tersebut menuai polemik karena diduga dilakukan secara ilegal dan berpotensi menimbulkan kerugian negara. Pasalnya, lokasi penerbitan izin berada di dalam kawasan hutan, sementara izin usaha tersebut tidak disertai dengan pelepasan kawasan hutan.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Surya sebagai tersangka pada 1 Agustus 2022. Ia disangkakan menyerobot lahan kelapa sawit seluas 37.095 hektare di Indragiri Hulu, Riau, yang digarap tanpa izin oleh Grup Duta Palma sepanjang 2003–2022. Surya dijerat pasal tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, dengan total kerugian negara mencapai Rp78 triliun.

Surya sempat tidak kooperatif dan menghindari proses hukum selama delapan tahun. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menetapkannya sebagai buronan pada 2019. Ia juga tercatat tiga kali mangkir dari panggilan Kejaksaan Agung setelah ditetapkan sebagai tersangka.

Pada akhirnya, Surya memutuskan menyerahkan diri. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjelaskan kronologi penyerahan diri bos Duta Palma tersebut, yang berawal dari korespondensi antara Kejaksaan Agung dan pihak Surya Darmadi. Surya kemudian dijemput pada pertengahan Agustus 2022.
Hari ini kami melakukan penjemputan atas nama tersangka SD,” kata Burhanuddin di kantornya, Jakarta Selatan, Senin, 15 Agustus 2022.

Artikel Terkait