sekilas.co – Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), selaku kuasa hukum Delpedro Marhaen cs dalam perkara dugaan penghasutan demonstrasi Agustus 2025, mengkritik dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut umum. TAUD menilai kejaksaan dalam perkara ini terkesan hanya berperan sebagai perantara kepolisian.
“Kejaksaan melalui dakwaannya terlihat seperti kaki tangan kepolisian untuk membangun citra baik yang semu dari institusi tersebut,” ujar kuasa hukum keempat terdakwa, Gema Gita Persada, usai sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 16 Desember 2025.
Dalam dakwaannya, jaksa menjerat Delpedro selaku Direktur Eksekutif Lokataru bersama tiga terdakwa lain, yakni staf Lokataru Foundation Muzaffar Salim, mahasiswa Universitas Riau Khariq Anhar, serta admin akun @gejayanmemanggil Syahdan Husein. Keempatnya didakwa melakukan penghasutan melalui unggahan gambar dan narasi di media sosial.
Jaksa menuding para terdakwa berkolaborasi dengan mengunggah konten secara bersama-sama, saling membagikan ulang, serta menyelaraskan narasi untuk mengajak masyarakat melakukan tindakan anarkistis. “Perbuatan tersebut mengakibatkan rusaknya fasilitas umum, adanya aparat pengamanan yang terluka, kerusakan kantor pemerintahan, serta menimbulkan rasa tidak aman bagi masyarakat luas,” ujar jaksa.
Dalam uraian dakwaan, kejaksaan menyebut kepolisian menemukan sekitar 80 unggahan Instagram yang dinilai bermuatan hasutan dan memicu kerusuhan dalam demonstrasi akhir Agustus. Jaksa menyebut unggahan tersebut berasal dari sejumlah akun Instagram berbasis pelajar dan mahasiswa yang dikelola para terdakwa.
“Seluruh akun tersebut merupakan akun Instagram publik yang dapat diakses masyarakat luas, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, sehingga selanjutnya diketahui dan didukung oleh khalayak,” kata jaksa.
Gema menyampaikan, sejumlah unggahan yang dipersoalkan justru menampilkan poster bernada protes terhadap dugaan brutalitas aparat. Beberapa di antaranya disertai tagar #1312 atau #ACAB, akronim dari all cops are bastards.
Menurut Gema, unggahan-unggahan tersebut didakwakan sebagai bentuk penghasutan untuk menciptakan citra buruk dan menghimpun kebencian publik terhadap kepolisian, tanpa mempertimbangkan tindakan aparat yang sebelumnya dialami masyarakat sipil.
“Kami sangat menyayangkan kejaksaan terlihat tidak merdeka karena hanya menyambungkan apa yang ada di dalam pikiran kepolisian lalu membawanya ke persidangan,” ujar Gema. Ia menambahkan, kejaksaan seharusnya dapat bersikap lebih progresif dalam memandang perkara ini.
Kuasa hukum Delpedro cs lainnya, Fadhil Alfathan, menilai dakwaan jaksa terhadap keempat kliennya sarat motif politis. Ia menyebut jaksa mengabaikan faktor-faktor struktural yang memicu kemarahan publik hingga terjadinya demonstrasi pada akhir Agustus lalu.
“Adanya kebijakan yang ugal-ugalan, aksi joget-joget nir-empati oleh anggota DPR, serta kematian almarhum Affan Kurniawan akibat tindakan brutal aparat kepolisian, sama sekali tidak dibahas dalam dakwaan,” ujar Fadhil.
Ia menilai jaksa secara langsung melompat pada kesimpulan bahwa keempat terdakwa merupakan penyebab kerusuhan sepanjang 25–30 Agustus 2025. Menurutnya, kesimpulan tersebut keliru. “Bagi kami, ini adalah peradilan yang bermuatan politik, sehingga dengan sendirinya menjadi tidak adil,” kata Fadhil.





