Rekaman Percakapan Dirut Inhutani V Soal Pembelian Mobil Rubicon Diputar di Persidangan

foto/istimewa

Sekilas.co – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan bukti berupa rekaman percakapan dalam sidang perkara dugaan suap terkait pengurusan izin pemanfaatan kawasan hutan PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V. Rekaman tersebut berisi dialog antara Direktur Utama Inhutani V, Dicky Yana Rady, dan Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), Djunaidi Nur. Sidang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Senin, 1 Desember 2025.

Potongan rekaman berdurasi sekitar satu menit itu mengungkap pembahasan soal pembelian mobil mewah Jeep Rubicon yang dilakukan Dicky. Dalam percakapan tersebut, Djunaidi terdengar menanyakan pembayaran kendaraan tersebut, merujuk laporan dari asisten Dicky bernama Aditya Simaputra. Suasana pembicaraan berlangsung santai, bahkan diwarnai gelak tawa dari keduanya sehingga beberapa bagian tidak begitu jelas terdengar.

Baca juga:

Dalam salah satu bagian yang terdengar, Djunaidi mengatakan,

“Mohon izin, laporan, yang Rubicon bapak saja yang bayar ya. Nanti saya siapin duitnya.”

Dicky pun membalas sambil tertawa:

“Pak Djun, makanya Pak Djun… ha ha ha… ke bapak, sama bapak, aku kemarin sama Adit.”

Karena beberapa bagian percakapan kurang jelas, jaksa kemudian menjelaskan isi rekaman tersebut kepada terdakwa untuk dikonfirmasi secara langsung. Menurut jaksa, Dicky diketahui memesan Rubicon merah dan sudah membayar uang muka sebesar Rp 50 juta. Hal itu dibenarkan oleh Dicky dalam persidangan.

Setelah pembayaran DP, Aditya datang ke kantor Inhutani V di kawasan Karet Semanggi, Jakarta Selatan, pada 1 Agustus 2025 dengan membawa sebuah paket titipan. Meskipun Dicky mengaku tidak membuka bungkusan itu, Aditya memberi tahu isi paket berupa uang tunai 189.000 dolar Singapura. Dicky menyanggah bahwa uang tersebut digunakan untuk melunasi mobil Rubicon yang ia pesan, namun ia mengaku sempat mempertimbangkan hal tersebut.

Dicky kemudian menghubungi dealer untuk mempertanyakan kemungkinan pelunasan menggunakan mata uang asing. Namun pihak dealer menolak transaksi dalam dolar Singapura, sehingga pelunasan sekitar Rp 2 miliar dilakukan menggunakan uang pribadi. Dicky juga mengklaim bahwa uang S$189.000 tersebut masih disimpan di rumah hingga akhirnya disita KPK saat penangkapan, bersama mobil Rubicon dan uang tunai Rp 8,5 juta.

Lebih jauh Dicky menerangkan bahwa pembelian Rubicon itu berawal dari rencananya menjual mobil Pajero miliknya. Ia meminta bantuan Djunaidi untuk membeli kendaraan tersebut, dengan skema uang hasil penjualan nantinya digunakan untuk menambah dana pembelian mobil baru. Namun komunikasi kemudian diteruskan Djunaidi melalui Aditya.


Latar Belakang Dugaan Suap

KPK menuturkan bahwa perkara ini berakar dari kerja sama jangka panjang antara Inhutani V dan PT PML untuk pengelolaan kawasan hutan seluas 56.547 hektare di Lampung. Dari total area tersebut, 55.157 hektare merupakan lahan yang dikelola bersama. Namun selama periode perjanjian berjalan, PT PML disebut melakukan sejumlah pelanggaran, di antaranya:

  • Tunggakan PBB tahun 2018–2019 sebesar Rp 2,31 miliar

  • Keterlambatan pembayaran dana reboisasi senilai Rp 500 juta per tahun

  • Tidak menyampaikan laporan kegiatan bulanan

Walaupun Mahkamah Agung pada 2023 telah menetapkan kewajiban pembayaran ganti rugi Rp 3,4 miliar, PT PML tetap berupaya melanjutkan kerja sama.

Pada Juni 2024, kedua pihak sepakat meneruskan pengelolaan hutan di bawah RKUPH. Tak lama setelahnya, Djunaidi mentransfer Rp 4,2 miliar ke rekening Inhutani V dengan dalih biaya pengamanan tanaman. Pada periode yang sama, Dicky juga disebut menerima Rp 100 juta untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya pada November 2024, Dicky menyetujui perubahan RKUPH terkait pengelolaan hutan tanaman seluas 2.619,40 hektare di Register 42 dan 669,02 hektare di Register 46. Kesepakatan itu dituangkan dalam penandatanganan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Inhutani V.

Kemudian pada Februari 2025, Djunaidi memerintahkan stafnya membuat bukti setor transfer Rp 3 miliar dan Rp 4 miliar dari PT PML ke Inhutani V. Semua aliran dana itu kini diperdengarkan kembali di persidangan sebagai bagian dari pembuktian dugaan suap oleh KPK.

Artikel Terkait