Sekilas.co – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengusulkan penempatan personel penghubung permanen di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar koordinasi dalam perlindungan saksi dan korban dapat berjalan lebih cepat dan efektif.
Usulan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat Komisi XIII DPR RI bersama Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu, yang membahas masukan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Selama ini kami tidak memiliki perwakilan atau orang yang ditunjuk untuk berkomunikasi dengan LPSK. Padahal perlindungan bisa bersifat mendesak, hari ini atau besok, sehingga perlu ada orang yang ditugaskan khusus,” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Umum (Wadirtipidum) Bareskrim Polri, Kombes Burkan Rudy Satria.
Menurut Burkan, ketiadaan personel penghubung membuat Polri kesulitan saat saksi membutuhkan perlindungan mendadak, apalagi LPSK belum memiliki perwakilan di setiap daerah.
“Artinya sangat bergantung pada apakah penyidiknya mau diajak berkomunikasi atau tidak,” ujarnya.
Burkan juga mengusulkan penguatan kewajiban pertukaran data dan informasi antarlembaga dengan standar kerahasiaan tinggi, guna menjamin keamanan saksi dan menjaga kelancaran proses penegakan hukum.
Selain itu, ia menyebut Polri mendorong perluasan cakupan perlindungan saksi, yang selama ini dominan pada kasus korupsi dan narkotika, juga mencakup tindak pidana umum, termasuk apabila pelaku diduga aparat atau pihak berpengaruh.
Burkan menambahkan, usulan lain adalah memasukkan whistleblower dan justice collaborator sebagai subjek perlindungan LPSK.
“Ini penting karena ada informan Polri atau petugas yang juga rentan terhadap ancaman,” katanya.
Ia menegaskan pihaknya siap memberikan dukungan teknis berupa pengawalan, safe house, pengamanan sidang, penindakan pidana, hingga integrasi sistem digital monitoring dengan LPSK untuk mendeteksi ancaman terhadap saksi.
Ia menambahkan perlunya tambahan anggaran serta fasilitas safe house di tingkat provinsi dan kabupaten, agar proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan lebih lancar, sekaligus memperkuat perlindungan bagi saksi dan korban di daerah.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, menyampaikan rapat tersebut bertujuan menghimpun masukan untuk penguatan regulasi perlindungan saksi dan korban serta memperkuat peran LPSK.
“Ini salah satu titik lemah yang kami catat, yaitu koordinasi LPSK dengan penegak hukum masih terbatas,” ujarnya.





