sekilas.co – Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM menjanjikan bahwa naskah akademik perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) akan rampung dalam waktu satu tahun.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia (TAPHI) usai melakukan audiensi dengan pihak Ditjen Peraturan Perundang-undangan pada Rabu pagi, 8 Oktober 2025.
“Target dari mereka adalah penyelesaian naskah akademik dalam waktu satu tahun, dan setelah dua tahun undang-undang tersebut diharapkan sudah dapat direalisasikan,” ujar Johan saat ditemui di kantor Ditjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Jakarta, Rabu.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan uji materiil terhadap beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Salah satu amar putusan dalam Putusan MK Nomor 96/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa kepesertaan wajib Tapera bersifat inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945.
MK berpendapat bahwa Tapera sebagai bentuk tabungan seharusnya tidak bersifat memaksa, dan kewajiban tersebut berpotensi menimbulkan beban ganda bagi pekerja.
Melalui putusannya, MK memerintahkan Pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang untuk menata ulang UU Tapera dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan dibacakan. Tenggat waktu dua tahun tersebut diberikan untuk menghindari kekosongan hukum, sehingga pelaksanaan Tapera yang sudah berjalan tidak kehilangan dasar hukum, dan revisi undang-undang dapat dilakukan sesuai amanat konstitusi, tanpa bersifat wajib atau memaksa.
Melalui keterangan tertulis, Plt. Direktur Litigasi dan Non-Litigasi menyampaikan bahwa pemerintah paling lambat pada 30 September 2027 harus sudah memiliki Undang-Undang Tapera yang baru. Ia menegaskan bahwa BP Tapera perlu berhati-hati dalam mengambil langkah atau kebijakan selama proses tersebut berlangsung.
“Proses revisi ini menjadi momentum untuk menata ulang secara menyeluruh dengan melibatkan publik, terutama pihak-pihak yang terdampak langsung,” ujarnya.
Dalam audiensi tersebut, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia (TAPHI) mengusulkan tiga opsi perubahan dalam UU Tapera.
Opsi pertama, menurut Johan, adalah perubahan secara menyeluruh terhadap undang-undang tersebut.
Untuk opsi kedua, TAPHI mengusulkan perubahan terbatas pada pasal-pasal yang sebelumnya diajukan keberatan oleh pemohon dan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, termasuk penghapusan pasal yang mengatur denda serta perubahan kata “wajib” menjadi “dapat” dalam ketentuan kepesertaan Tapera.
Sementara itu, opsi ketiga yang diajukan TAPHI adalah penghapusan seluruh substansi yang menyebutkan pekerja atau buruh sebagai peserta Tapera.
“Pekerja tidak ada kaitannya sama sekali dengan Tapera,” tutur Johan.





