Sekilas.co – Kejaksaan Agung menyatakan bahwa terdapat kemungkinan adanya tersangka baru dalam perkara dugaan suap vonis lepas atau ontslag van alle rechtsvervolging pada kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
“Kalau ada fakta hukum baru di persidangan dan didukung alat bukti yang cukup, ya, pasti ditindaklanjuti,” ujar Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Senin, 20 Oktober 2025.
Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah menyelesaikan pemeriksaan kasus suap yang terkait dengan vonis lepas tersebut. Kejaksaan belum mengumumkan detail pemeriksaan saksi dalam kasus vonis lepas korupsi minyak goreng tersebut ke publik. “Tapi fakta hukum bisa berkembang di persidangan,” tambah Anang.
Dalam kasus ini, Kejaksaan mengungkap adanya dugaan suap di balik putusan vonis lepas yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta kepada tiga korporasi CPO: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Total ada delapan orang yang telah menjadi tersangka, termasuk hakim, panitera, pengacara, hingga tim legal dari korporasi.
Untuk klaster hakim: Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, Ali Muhtarom, dan Muhammad Arief Nuryanta serta panitera muda PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, telah berkas perkaranya disidangkan.
Sementara, mantan pengacara Wilmar, Marcella Santoso dan Ariyanto, serta legal Wilmar, M. Syafei, berkasnya baru dilimpahkan ke pengadilan pada 9 Oktober. Sidang perdana mereka dijadwalkan berlangsung 22 Oktober 2025.
Setelah Mahkamah Agung menganulir putusan lepas terhadap ketiga korporasi, jaksa penuntut umum mulai menindaklanjuti kewajiban uang pengganti yang harus dibayar perusahaan.
Dari total Rp 17 triliun yang harus dibayar, sekitar Rp 13 triliun telah disita Kejaksaan. Sebagian dari uang tersebut sempat dipamerkan oleh Sanitiar Burhanuddin (Jaksa Agung) kepada Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah menteri.
Setiap korporasi memiliki besaran kewajiban yang berbeda: Wilmar Group senilai Rp 11,8 triliun, Musim Mas Rp 4,89 triliun, dan Permata Hijau Rp 937,55 miliar. Dari ketiganya, baru Wilmar yang telah lunas membayar. Dua korporasi lainnya masih memiliki tanggungan senilai Rp 4,4 triliun.
“Rp 4,4 triliunnya kami minta ke Musim Mas dan Permata Hijau. Mereka meminta penundaan, tapi mereka harus menyerahkan kebun kelapa sawit dan perusahaan sebagai jaminan,” ujar Jaksa Agung.





