Mengenal Sistem Eksekusi Putusan Pidana di Indonesia Lewat Kasus Silfester Matutina

foto/istimewa

Sekilas.co – Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Iwan Catur Karyawan, memastikan proses eksekusi terhadap terpidana Silfester Matutina masih berlangsung. Hal itu disampaikan Iwan seusai memenuhi panggilan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak) pada Kamis, 23 Oktober 2025.

Dalam pertemuan tersebut, ia menegaskan bahwa tidak ada intervensi dari pihak mana pun terhadap penanganan perkara ini. “Kami terus mengupayakan pelaksanaan eksekusi, meski di lapangan ada sejumlah kendala,” ujar Iwan.

Baca juga:

Silfester Matutina sebelumnya divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 30 Juli 2018 dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Jusuf Kalla. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 29 Oktober 2018, dan Mahkamah Agung kemudian memperberat hukumannya menjadi satu tahun enam bulan pada 16 September 2019.

Namun, enam tahun setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selaku eksekutor belum juga melaksanakan eksekusi. Kejaksaan Agung pun tidak menetapkan Silfester dalam daftar pencarian orang (DPO). Upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan Silfester juga telah ditolak oleh Mahkamah Agung.

Berdasarkan Pasal 270 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah. Artinya, seluruh upaya hukum sudah selesai atau tidak diajukan lagi. Setelah panitera mengirimkan salinan putusan, Kepala Kejaksaan Negeri wajib menerbitkan surat perintah pelaksanaan eksekusi untuk dilaksanakan oleh jaksa eksekutor.
Meski demikian, aturan tersebut tidak mengatur batas waktu eksekusi pidana penjara.

Komisi Kejaksaan menyoroti lambatnya eksekusi Silfester dan mengingatkan Kejari Jakarta Selatan agar segera menuntaskan proses tersebut. “Kami menegaskan bahwa eksekusi pidana tidak memiliki kedaluwarsa,” kata Juru Bicara Komjak, Nurokhman, dalam keterangan tertulis pada Kamis, 23 Oktober 2025. “Kami meminta agar Kejari lebih maksimal dalam melaksanakan eksekusi terhadap terpidana Silfester Matutina.”

Mandeknya eksekusi ini menuai kritik dari berbagai pihak. Direktur Eksekutif De Jure, Bhatara Ibnu Reza, menilai Komisi Kejaksaan belum melakukan pengawasan yang efektif terhadap kejaksaan. “Kejaksaan terlihat mengulur waktu, dan Komjak seolah membenarkan hal itu,” ujarnya.

Kejaksaan berdalih eksekusi tertunda karena keberadaan Silfester belum diketahui, sementara kuasa hukumnya, Lechumanan, menyebut kliennya berada di Jakarta. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, bahkan meminta pihak kuasa hukum membantu menghadirkan Silfester. “Kalau memang benar ada di Jakarta, bawalah ke kami. Itu bentuk kerja sama penegak hukum yang baik,” kata Anang pada Jumat, 10 Oktober 2025.

Pakar Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai sikap Kejaksaan yang menunda eksekusi menimbulkan pertanyaan publik. Ia menduga ada kepentingan di luar hukum yang membuat pelaksanaan putusan ini tersendat. “Tidak ada alasan hukum yang bisa membenarkan terpidana menghindar atau menunda eksekusi,” tegas Bambang.

Artikel Terkait