sekilas.co – Eks Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, akan menjalani sidang dalam kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Kominfo.
Juru bicara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Andi Saputra, mengatakan bahwa pihaknya telah menerima limpahan berkas perkara baru dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
“Sudah diregister di Kepaniteraan PN Jakpus,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Jumat, 31 Oktober 2025.
Ia menjelaskan bahwa perkara tersebut atas nama Semuel Abrijani Pangerapan, selaku Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kominfo periode 2016–2024. Nomor perkaranya adalah 121/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst.
Selain itu, pengadilan juga telah meregister perkara tersangka lain dalam kasus yang sama. Mereka adalah:
-
Bambang Dwi Anggono, selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah pada Ditjen Aptika Kementerian Kominfo periode 2019–2023;
-
Nova Zanda, selaku Pejabat Pembuat Komitmen dalam pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan PDNS Kementerian Kominfo periode 2020–2022;
-
Alfi Asman, selaku Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta periode 2014–2022; dan
-
Pinie Panggar Agustie, selaku Account Manager PT Docotel Teknologi pada 2017–2021.
“Majelis hakim mengagendakan sidang perdana pada Senin, 10 November 2025,” tutur Andi. Agenda sidang tersebut adalah pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum.
Pengusutan kasus ini berawal dari serangan ransomware terhadap PDNS pada Juni 2024. Akibatnya, 210 server milik instansi pusat dan daerah lumpuh, termasuk milik Direktorat Jenderal Imigrasi. Peretas sempat meminta uang tebusan sebesar US$8 juta untuk memulihkan data, namun permintaan itu tidak diindahkan pemerintah.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, menjelaskan bahwa penyidik menemukan praktik korupsi ini bermula dari kolusi tiga pejabat Kementerian Kominfo dalam pembentukan PDNS pada 2019. Pelaksanaan dan pengelolaannya menyebabkan ketergantungan negara pada pihak swasta. Hal ini diduga sengaja dilakukan untuk memperoleh keuntungan melalui pengkondisian kegiatan PDNS dengan cara memenangkan perusahaan tertentu.





