sekilas.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Hery Sudarmanto, turut menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Dugaan tersebut muncul setelah penyidik melakukan pengembangan terhadap perkara ini.
“Perannya terkait dengan dugaan tindak pemerasan dalam pengurusan RPTKA,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Rabu, 29 Oktober 2025.
Budi menolak menjelaskan lebih rinci mengenai jumlah uang yang diterima Hery dalam kasus ini. Yang pasti, menurut Budi, dana tersebut berasal dari hasil pemerasan dalam pengurusan RPTKA senilai Rp 53 miliar yang diterima oleh delapan tersangka dalam perkara ini. “Di antaranya itu,” ucap Budi.
Atas dugaan tersebut, KPK menetapkan Hery Sudarmanto sebagai tersangka kesembilan dalam kasus ini. Para penyidik lembaga antirasuah menduga Hery turut terlibat dalam perkara dugaan korupsi Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan.
Dalam penggeledahan di rumah Hery yang berlokasi di kawasan Jakarta Selatan, penyidik menyita sejumlah dokumen serta satu unit mobil Toyota Innova Zenix. Penggeledahan tersebut dilakukan pada Selasa, 28 Oktober 2025.
Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, menjelaskan mengenai alur pembagian uang hasil pemerasan RPTKA senilai Rp 53 miliar. Ia merinci bahwa total uang tersebut dikumpulkan oleh delapan orang yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka. Kedelapan tersangka itu kemudian mendapatkan bagian masing-masing dari hasil pemerasan yang telah terkumpul.
Lebih lanjut, Budi Sukmo menyebutkan bahwa uang hasil pemerasan juga dibagikan kepada hampir seluruh pegawai di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) — sekitar 85 orang dengan total nilai sedikitnya Rp 8,94 miliar.
Sisa dana lainnya, kata Budi Sukmo, digunakan sebagai uang dua mingguan bagi para pegawai di direktorat tersebut. Dana itu kemudian dipakai untuk kepentingan pribadi, termasuk membeli berbagai aset atas nama sendiri maupun anggota keluarga.
“Kurang lebih delapan miliar rupiah yang dinikmati bersama, baik itu untuk keperluan makan siang maupun kegiatan-kegiatan lainnya,” ujar Budi Sukmo pada 5 Juni 2025.
Sementara itu, sejumlah saksi yang telah diperiksa dan diketahui ikut menerima aliran dana telah mengembalikan sebagian uang sekitar Rp 5 miliar. “Yang diterima oleh OB (office boy), kemudian staf-staf lainnya, mereka telah mengembalikan kurang lebih lima miliar rupiah,” tutur Budi Sukmo.





