Kasus Kematian Dosen Untag Polda Jateng Ungkap Pelanggaran Berat AKBP Basuki

foto/istimewa

Sekilas.co – Mantan Kasubdit Dalmas Ditsamapta Polda Jawa Tengah, AKBP Basuki, resmi dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat dari Polri. Keputusan itu diambil setelah ia dinyatakan melakukan pelanggaran berat terkait kasus kematian dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang berinisial D (35) atau Levi.

Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Basuki digelar di Polda Jateng pada Rabu (3/12), berlangsung sejak pukul 10.00 WIB hingga 16.25 WIB. Sidang dipimpin oleh Pengawas Itwasda Polda Jateng Kombes Fidel sebagai ketua, dan Kabidkum Polda Jateng Kombes Rio Tangkari sebagai wakil ketua.

Baca juga:

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto mengatakan perbuatan Basuki dikategorikan sebagai pelanggaran berat. Ia terbukti tinggal satu rumah bersama perempuan tanpa ikatan pernikahan yang sah.

“Yang bersangkutan melakukan pelanggaran berat terkait kesewenangan dan perilaku yang mencoreng citra Polri di masyarakat. Oleh karena itu, hakim sidang menjatuhkan sanksi terberat berupa PTDH,” ujar Artanto di Bandungan, Kabupaten Semarang, Rabu (3/12/2025).


Penjelasan Pihak Korban

Kuasa hukum keluarga Levi, Zainal Abidin Petir, hadir langsung dalam sidang. Ia menyebut terdapat tiga poin yang menjadi pertimbangan majelis etik menjatuhkan vonis pemecatan.

“Hari ini diputus PTDH. Tiga pertimbangannya: perbuatan tercela yang merusak citra Polri, tidur bersama perempuan yang bukan istrinya, dan langsung ditempatkan di Patsus selama 30 hari,” ungkap Zainal seusai sidang.

Menurutnya, pihak pendamping Basuki sempat menyampaikan pembelaan dengan alasan Basuki memiliki rekam jejak baik selama dinas, bahkan istrinya bersedia menerima kembali suaminya dan memohon agar tidak dipecat.

“Tapi tidak ada hal meringankan karena kasus ini sudah viral dan terbukti dilakukan di luar hubungan pernikahan,” jelasnya.

Zainal juga mengungkap keterangan baru dari Basuki dalam sidang. Basuki mengaku mengenal Levi sejak 2016 dan mulai dekat pada 2025. Alasan memasukkan Levi ke Kartu Keluarga (KK) disebut karena iba.

“‘Kasihan, yatim piatu dan saya ingin membantunya agar lebih mudah hidup di Semarang,’ begitu pengakuannya,” kata Zainal.


Kronologi Kritis Sebelum Korban Meninggal

Hal lain yang disorot adalah sikap Basuki saat mengetahui Levi dalam kondisi kritis. Berdasarkan keterangan, Levi sudah mengalami sesak napas sejak tengah malam sebelum ditemukan meninggal tanpa busana pada Senin (17/11).

“Jam 00.00 WIB sudah lihat korban tersengal-sengal. Tapi dia mengaku tertidur karena kelelahan. Bangun jam 04.00 WIB, sudah meninggal,” ujarnya.

Zainal menilai ada unsur pembiaran yang sangat fatal karena Basuki tidak segera meminta pertolongan medis.

“Sebagai perwira menengah seharusnya refleks memanggil bantuan. Tapi pengakuannya kalut dan kurang tidur dua hari,” ucapnya.

Keterlambatan laporan juga dikritik karena Basuki justru meminta rekannya mengantar ke Polrestabes Semarang lebih dulu alih-alih fokus pada upaya penyelamatan atau penanganan jenazah.

Terkait kondisi korban yang ditemukan tanpa busana, Zainal menyebut jawaban Basuki berulang kali berubah.

“Awalnya mengaku korban tidur masih memakai pakaian. Di sidang jawabannya berbeda dan tidak menjelaskan secara tegas,” terang Zainal.

Pada pemeriksaan awal, Basuki bahkan sempat menyangkal adanya hubungan seksual. Namun dalam sidang etik, pengakuan itu berubah.

“Baru terucap di sidang hari ini bahwa hubungan seksual pernah terjadi. Keceplosan,” ungkapnya.

Artikel Terkait