Akhir Tragis Kasus Priguna Dokter yang Memperkosa Pasien Kini Terima Hukuman Setimpal

foto/istimewa

Sekilas.co – Hari-hari Priguna Anugerah Pratama kini berubah drastis. Dokter residen anestesi itu resmi dijatuhi hukuman 11 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah memperkosa tiga pasiennya. Vonis tersebut dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada Rabu (5/11/2025), menandai akhir perjalanan panjang kasus yang telah menyita perhatian publik sejak awal tahun.

Priguna ditangkap pada Maret 2025 setelah penyidik menemukan cukup bukti bahwa dirinya melakukan kekerasan seksual terhadap pasien di rumah sakit tempat ia bertugas. Dalam sidang pembacaan putusan, majelis hakim sepakat dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 11 tahun kurungan penjara.

Baca juga:

“Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan hukuman 11 tahun penjara serta denda sebesar Rp100 juta, subsider tiga bulan kurungan,” ujar majelis hakim dalam persidangan terbuka.

Hakim menyatakan Priguna terbukti melanggar Pasal 6 huruf c Jo. Pasal 15 ayat (1) huruf b, huruf e, dan huruf j Jo. Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), sesuai dakwaan tunggal penuntut umum.

Dalam amar putusan, majelis hakim menimbang beberapa hal. Faktor yang memberatkan adalah tindakan terdakwa yang sangat meresahkan masyarakat, merusak masa depan serta kehormatan para korban, dan menimbulkan trauma mendalam yang hingga kini belum pulih. Selain itu, hakim menilai Priguna telah mencoreng profesi dokter yang seharusnya memberikan perlindungan dan rasa aman kepada pasien.

Sementara hal yang meringankan, Priguna mengakui serta menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum sebelumnya, dan telah memberikan santunan sebesar Rp200 juta kepada salah satu korban, FH, sebagai bentuk perdamaian.

Selain pidana badan, Priguna juga diwajibkan membayar restitusi senilai Rp137.879.000 kepada tiga korban, sesuai hasil perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Rinciannya adalah Rp79.429.000 untuk korban FH, Rp49.810.000 untuk korban NK, dan Rp8.640.000 untuk korban FPA.

“Memerintahkan terdakwa tetap ditahan,” tegas hakim dalam putusan.

Setelah mendengar vonis, baik pihak jaksa maupun Priguna menyatakan akan menggunakan waktu yang diberikan untuk berpikir sebelum memutuskan apakah akan menerima atau mengajukan banding atas putusan tersebut.

Kasus ini menjadi pengingat keras bagi dunia medis bahwa pelanggaran etik dan hukum, sekecil apa pun, dapat menghancurkan kepercayaan publik terhadap profesi yang seharusnya menjadi simbol keselamatan dan kemanusiaan.

Artikel Terkait