Kasus Peledakan SMAN 72: Polisi Selidiki Motif Siswa Penanam Tujuh Bom

foto/istimewa

sekilas.co – KEPOLISIAN Daerah Metropolitan Jakarta Raya telah memeriksa siswa terduga pelaku peledakan di SMAN 72 Jakarta. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Budi Hermanto, menyampaikan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) tersebut sudah diperiksa beberapa kali sejak awal Desember 2025.

“Pemeriksaan ABH sudah dua sampai tiga kali,” ujar Budi saat ditemui di Markas Polda Metro Jaya, Senin, 8 Desember 2025.

Baca juga:

Menurut Budi, pemeriksaan dilakukan untuk mencocokkan keterangan ABH dengan sejumlah saksi yang telah diperiksa sebelumnya. Termasuk mengklarifikasi informasi mengenai perasaan kesepian dan kurang mendapat perhatian dari lingkungan sekitar, yang diduga memicu ABH melakukan peledakan. “Nantinya semua informasi akan kami dalami, lalu kami sesuaikan dengan data yang ada,” kata Budi.

Ia menuturkan bahwa ABH kini dalam kondisi sehat sehingga penyidik dapat melanjutkan pemeriksaan. Selama pemeriksaan, ABH memperoleh pendampingan dari keluarga, kuasa hukum, Balai Pemasyarakatan (Bapas), serta Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor).

Pemeriksaan berlangsung di rumah aman. Di lokasi itu, ABH mendapatkan pendampingan psikologis. Menurut Budi, kondisi fisik ABH sudah pulih, tetapi dokter masih terus berkoordinasi dengan penyidik dan pihak Bapas untuk memantau kondisi psikologisnya.

Selain ABH, masih ada dua korban ledakan lain yang dirawat di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Yarsi. “Kondisinya semakin pulih,” ujar Budi.

Ledakan di SMAN 72 terjadi pada 7 November 2025 ketika siswa dan guru tengah melaksanakan salat Jumat. Ledakan pertama terjadi di musala lantai tiga, disusul ledakan kedua beberapa menit kemudian di area belakang kantin.

Terduga pelaku diketahui merupakan siswa sekolah tersebut. Polisi menyebut ABH diduga menanam tujuh bom di lokasi. Empat bom meledak, sementara tiga lainnya masih aktif ketika ditemukan.

Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, polisi menyimpulkan bahwa ABH merasa kesepian dan tidak memiliki tempat atau orang untuk berbagi kesulitan.

Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan. Polisi menyatakan ABH berpotensi dijerat Pasal 80 ayat (2) juncto Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak, Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 187 KUHP, serta Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Artikel Terkait