Sekilas.co – Polemik aspek formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) mencapai tahap akhir setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutus perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025.
Mahkamah dalam sidang putusan di Jakarta, Rabu (17/9/2025), menyatakan pembentukan UU Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI konstitusional. Mayoritas hakim konstitusi menilai tidak terdapat cacat formil dalam proses pembentukannya.
MK memutus menolak permohonan yang diajukan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Imparsial, Perkumpulan KontraS, Inayah Wahid, Eva Nurcahyani, dan Fatiah Maulidiyanty.
Pemohon mengajukan lima pokok dalil, yakni:
-
perencanaan revisi UU TNI dalam Prolegnas Prioritas 2025 melanggar hukum;
-
bukan carry over sehingga seharusnya tidak bisa melompati tahap perencanaan dan penyusunan;
-
tidak sejalan dengan agenda reformasi;
-
pembahasan tidak transparan dan akuntabel serta ruang partisipasi tertutup;
-
pembentuk undang-undang menahan penyebarluasan dokumen revisi.
Mahkamah mematahkan seluruh dalil tersebut. Lima dari sembilan hakim konstitusi menilai dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum sehingga permohonan ditolak seluruhnya.
Tidak melanggar prosedur
Berkaitan dengan dalil perencanaan yang melanggar hukum, pemohon menilai revisi UU TNI tidak terdaftar dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Namun, MK menemukan bahwa usulan revisi UU TNI telah tercantum berulang kali dalam prolegnas dan setidaknya dua kali masuk daftar prioritas.
Selain itu, kebutuhan revisi UU TNI juga berangkat dari Putusan MK Nomor 62/PUU-XIX/2021 yang memerintahkan pembentuk undang-undang segera mengubah UU TNI.
MK juga mencatat bahwa revisi UU TNI dimasukkan ke dalam prolegnas prioritas dalam rapat paripurna DPR pada 18 Februari 2025, sebagaimana Keputusan DPR RI Nomor 6.1/DPR RI/II/2024-2025.
Sebelum agenda pertama rapat dimulai, pimpinan rapat meminta persetujuan anggota paripurna untuk memasukkan RUU TNI dalam Prolegnas Prioritas 2025 dan menugaskan Komisi I membahasnya.
Mahkamah mengakui ada perubahan agenda dalam rapat tersebut. Namun, sikap DPR dinilai sah karena keputusan diambil dalam pleno yang memenuhi kuorum dan tidak ada satu pun fraksi yang mengajukan keberatan.
”Dalam batas penalaran yang wajar, hal tersebut telah menjamin adanya representasi, transparansi, dan legitimasi sosial politik dari setiap keputusan yang diambil,” ujar Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh saat membacakan pertimbangan hukum.
Hakikat carry over
Penyusunan RUU TNI sejatinya telah dimulai pada 2022 dan lebih intensif pada 2024, baik oleh DPR melalui penyusunan naskah akademik (NA) dan RUU maupun oleh pemerintah lewat daftar inventarisasi masalah (DIM). Pembahasan berlanjut dalam rapat Badan Legislasi DPR pada 26 Agustus 2024.
Presiden juga telah mengirimkan Surat Presiden Nomor R-25/Pres/07/2024 yang menunjuk Menko Polhukam, Menteri Pertahanan, Menteri PANRB, Menteri Keuangan, dan Menteri Hukum dan HAM sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan RUU TNI pada 2 Juli 2024.





