sekilas.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Rufis Bahrudin, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, terkait dugaan korupsi kuota haji 2024.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis, Senin, 13 Oktober 2025.
Selain Rufis, KPK juga memeriksa seorang pihak swasta, yakni Feriawan Nur Rohmadi, Wakil Manajer PT Sahara Dzumira International. Keduanya diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi dalam penyelidikan dugaan korupsi kuota haji tersebut.
Berdasarkan laman resmi DPRD Kabupaten Mojokerto, Rufis Bahrudin merupakan purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir Mayor Infanteri. Ia juga tercatat sebagai anggota Partai NasDem.
Selain itu, dari akun Instagram @saharatourtravel, Rufis diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT Sahara Dzumira International. Perusahaan tersebut tergabung dalam Asosiasi Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), sebagaimana tercantum di laman resmi milik Himpuh.
Dalam kasus ini, KPK belum menetapkan tersangka. Namun, lembaga antirasuah itu menyebut sudah memiliki calon yang akan ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi kuota haji.
“Kapan ini ditetapkan tersangkanya? Dalam waktu dekat,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, pada 10 September 2025.
Meski demikian, Asep enggan menjelaskan lebih rinci mengenai waktu penetapan tersangka, identitas, maupun jumlah calon tersangka dalam kasus tersebut.
“Pokoknya dalam waktu dekat. Nanti dikabarkan ya. Pasti ada konferensi pers dalam waktu dekat,” katanya.
KPK sebelumnya menjelaskan bahwa uang hasil korupsi kuota haji 2024 mengalir di setiap tingkatan dalam Kementerian Agama. Lembaga antirasuah itu mengungkapkan, segelintir pegawai hingga pejabat tinggi di kementerian tersebut turut menikmati jatah keuntungan dari pembagian kuota haji khusus.
“Kami ketahui setiap tingkatan ini, setiap orang mendapat bagiannya sendiri-sendiri,” kata Asep Guntur Rahayu, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.
Menurut Asep, uang tersebut berasal dari biro perjalanan haji yang memperoleh kuota haji khusus. Setiap biro, kata dia, mendapat jatah yang berbeda-beda.
“Mungkin kalau biro yang besar dapat kuotanya lebih besar. Kalau biro yang kecil, ya kebagian 10 atau dibuat 10. Jadi sesuai dengan biro,” ujarnya.
Pembagian kuota itu pun tidak gratis. Asep menjelaskan, setiap biro perjalanan harus membayar antara US$ 2.700 hingga US$ 7.000 atau sekitar Rp42 juta hingga Rp115 juta untuk mendapatkan satu kursi. Meski demikian, ia belum mengungkapkan nama-nama pihak penerima maupun pemberi uang tersebut.
Asep memastikan, aliran dana tersebut tidak langsung diberikan kepada pejabat tinggi Kemenag, melainkan melalui sejumlah perantara seperti kerabat atau staf ahli.
“Jadi tidak directly dari agen travel itu ke pucuk pimpinan di Kemenag,” katanya.
Pemerintah Indonesia kala itu memperoleh tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu dari hasil diplomasi Presiden Joko Widodo dengan Kerajaan Arab Saudi. Seharusnya, tambahan kuota tersebut dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, Kementerian Agama justru membaginya sama rata 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
KPK menduga skema tersebut menguntungkan segelintir pihak, termasuk biro penyelenggara ibadah haji. Mereka yang mampu membayar lebih, menurut Asep, bisa langsung memberangkatkan jemaah tanpa harus menunggu antrean panjang seperti calon jemaah haji reguler.
“Memang ada pembagiannya, berapa yang dibagikan, jadi nanti dijual berapa, berapa yang harus dikasih ke oknum di Kemenag,” ujar Asep saat dikonfirmasi pada Ahad, 21 September 2025.





